Majalah “Indonesia Merdeka” Bentuk Propaganda Indonesia Melapaskan Diri dari Belanda

 

Indonesia merupakan sebuah negara yang pernah dijajah oleh Belanda. Menurut berbagai sumber Belanda menjajah daerah yang terkenal dengan sebutan Nusantara kurang lebih tiga setengah abad atau tiga ratus lima puluh tahun.

Dalam kurun waktu tersebut Belanda memberikan kesempatan kepada orang-orang pribumi atau pada saat itu dikenal dengan bumiputra untuk mengenyam pendidikan baik dengan bersekolah di Hindia Belanda maupun mengirimnya ke Belanda sebagai bentuk politik etis atau politik balas budi dari para tokoh-tokoh humanis dan sosial demokrat Belanda.

Mengutip dari situs https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/jejak-sejarah-nama-indonesia, orang-orang pribumi atau bumiputra yang diberikan kesempatan mengenyam pendidikan tersebut membentuk sebuah perkumpulan dengan nama Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) untuk merangkul semua para mahasiswa bumi putra.

Seiring berjalannya waktu Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia). Perubahan nama ini untuk menunjukan bahwa mereka bukan bagian dari Hindia Belanda atau Negara Belanda.

Pada tahun 1924, Indonesische Vereeniging berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia tidak lagi menggunakan bahasa Belanda. Hal ini semakin mebguatakan betuk perlawanan terhadap penolakan segala bentuk yang berkaitan dengan Belanda.

Baca juga : Sejarah Batik di Nusantara, Menjadi Identitas Bangsa
Perhimpunan Indonesia menjadi oragnaisasi yang radikal terhadap Hindia Belanda. Hal ini ditunjukan dalam sampul buku Gedenkboek Indonesische Vereeniging 1908-1923 yang menampilkan bendera merah putih dengan gambar banteng ditengahnya sebagai simbol nasioanlime para mahasiswa bumiputra yang ada di Belanda.

Bentuk perlawanan lainnya yakni menggaungkan perlawanan dengan mengganti nama majalah Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Hal ini menjadi perlawanan yang cukup besar mengingat majalah terbit di Belanda.

Menguatnya perlawanan Perhimpunan Indonesia ini tidak terlepas dari peran Iwa Koesoema Soemantri, J. Sinatala, Mohammad Hatta, Sastromoeljono, dan Mangoenkoesoemo dalam kepengerusannya.

Kata merdeka diambil sebagai bentuk usaha untuk mengungkapkan kepada dunia bahwa setiap bangsa di dunia termasuk bangsa Indonesia memiliki keinginan untuk merdeka.

Untuk meyakinkan dunia atas keberadaan Indonesia Mohammad Hatta menghadiri Kongres Gerakan Perdamaian dunia internasional di Prancis pada tahun 1926, lewat kongres ini lah Hatta memberitahukan kepada dunia internasional bahwa keberadaan Indonesia tidak hanya sebatas geografis melaikna juga secara politis.

Baca juga : Tahukah Anda Apa Kebun Binatang Pertama di Indonesia?
Pada tahun 1928 artikel berjudul “Tentang Nama Indonesia” dalam surat kabar De Socialist Nomor 10 yang ditulis Mohammad Hatta, Artikel ini membahas penggunaan nama “Indonesia” menggantikan nama “Hindi Belanda” yang menegaskan bahwa bangsa Indonesia ingin merdeka. Pemilihan istilah Indonesia dan bukan India juga karena pada waktu itu istilah India sudah dipakai di daerah lain yang kebetulan sedaang dijajah oleh Inggris.

“Bagi kami orang Indonesia, nama Indonesia mempunyai arti politik dan menyatakan suatu tujuan poitik. Dalam arti politik, karena dia mengandung tuntutan kemerdekaan, bukan kemerdekaankemerdekaan Hindia Belanda, melainkan kemerdekaan ‘Indonesia” dari Indonesia (Indonesich Indonesie). Mustahil negara Indonesia merdeka yang akan datang disibur ‘Hindia Belanda’. Juga tidak India saja karena akan dikacaukan dengan ‘India’ yang lain, yaitu nama resmi dari ‘India inggeris’ sekarang” tulis Muhammad Hatta dalam artikel tersebut