Pemerintah dan DPR telah menyepakati beberapa isu krusial terkait ranah pengawasan koperasi dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Ahmad Zabadi menyampaikan, Panja RUU PPSK sepakat bahwa pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya mencakup badan hukum koperasi yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, seperti lembaga keuangan mikro (LKM), bank perkreditan rakyat (BPR), asuransi, dan lain-lain.
Koperasi ini dikategorikan sebagai koperasi opened loop. “RUU PPSK hanya terkait dengan usaha-usaha koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan, yang mereka tidak hanya melayani anggota, tetapi juga nonanggota dan kegiatannya bukan simpan pinjam. Ini yang kami sebut sebagai opened loop,” ujar Ahmad dalam diskusi media, Selasa (6/12/2022) malam.
KSP dikategorikan sebagai koperasi closed loop, yakni koperasi yang melayani simpan pinjam dari, untuk, dan oleh anggotanya. Nantinya, pemilahan koperasi yang dikategorikan sebagai opened loop dan closed loop berdasarkan penilaian dan penetapan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Syarat dan ketentuan koperasi opened loop akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM.
“Kami akan lakukan penilaian dulu, yang opened loop kami serahkan ke OJK. Kami pilah ‘oh, Anda LKM silahkan ke OJK’. Kalau tidak mau, ya kembali ke khitah KSP. Sepanjang dia taat asas bahwa dia hanya melayani anggota, lalu rasio modalnya lebih besar modal sendiri dia dikategori closed loop,” jelas Ahmad.
Sementara itu, penguatan sistem pengawasan KSP dan ekosistemnya akan diatur secara khusus dalam RUU Perkoperasian yang tengah disusun oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Salah satu agenda krusial yang akan dimasukkan ke dalam penyusunan RUU Perkoperasian adalah mengenai permurnian atau purifikasi praktik simpan pinjam koperasi.
Ahmad menjelaskan, KSP sejatinya dilarang melayani simpan pinjam di luar anggotanya. Namun, dia tak memungkiri masih terdapat praktik menyimpang yang memanfaatkan celah ketentuan terkait calon anggota pada PP 9 Tahun 1995. “Dalam RUU Perkoperasian mendatang KSP hanya boleh melayani anggota koperasi yang bersangkutan dan koperasi lain saja.
Di luar itu tidak boleh dan bila melakukan dikenakan pidana. Ketentuan calon anggota pada PP 9 Tahun 1995 akan kami hapus. Kemudian juga anggota luar biasa sebagaimana di UU 25/1992 akan kami hapus karena banyak juga dimanfaatkan oleh koperasi-koperasi untuk berpraktik menyimpang,” katanya.
Adapun, RUU Perkoperasian ini merupakan kelanjutan dari putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU No. 17 Tahun 2012 sehingga status RUU ini bersifat mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 yang dinilai sudah tak relevan dengan kondisi koperasi saat ini