Prof. Dr. Firman Noor, MA: Demokrasi Kita Dibajak Oligarkhi, Rakyat Perlu Political Education

Dialektika Institute bekerja sama dengan ICMI Muda, Lembaga Survei Independen Nusantara, dan Kliksaja.co mengadakan program ngaji kepemimpinan dalam Islam menjelang berbuka puasa. Tema yang diangkat kali ini ialah “Kepemimpinan Negara: Tarik Menarik antara Kepentingan Rakyat dan Kepentingan Ologarkhi.” Hadir sebagai pembicara pada diskusi ini: Prof. Dr. Firman Noor, MA, Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mengawali diskusi, Firman Noor menjelaskan bahwa demokrasi pada prinsipnya merupakan suatu ide yang dilandaskan pada kesetaraan dan kesederajatan akses menuju pada kekuasaan. Dengan mengutip Chantal Mouffe dalam bukunya The Democratic Paradox, Firman Noor menyebutkan bahwa ternyata dalam demokrasi itu ada paradox yang artinya, tidak semua pihak diuntungkan dengan adanya sistem demokrasi.

Dengan adanya pihak yang tidak diuntungkan ini, demokrasi bisa jadi dimonopoli oleh oligarkhi. “Ada peluang di sini bahwa jangan-jangan demokrasi ini terbajak oleh oligarkhi,” ujar Firman Noor dalam ngaji kepemimpinan Dialektika Institute for Culture, Religion and Democracy pada Rabu (20/04/2022).

Menurut Firman Noor, kecepatan rakyat sebagai pemegang kekuasaan kalah jauh dengan kecepatan oligarkh dalam menuju kekuasaan. Peneliti Brin ini kemudian memaparkan delapan factor yang menyebabkan cepatnya oligarkhi menuju kekuasaan dibanding rakyat biasa.

Pertama, menurut Firman Noor, oligarkhi secara political DNA, memiliki watak yang agile, adaptif, transformative, pandai melihat peluang dan punya orientasi untuk meningkatkan kekayaan dan kekuasaan;

Kedua, oligarkhi hidup subur dalam tatanan politik Indonesia, kata Firman, tersebab oleh politik biaya tinggi alias Democracy for Sale meminjam bahasa Barenschot dan Aspinall. Dalam pengamatan Firman Noor, dalam Pilkada, hampir 92 persen kandidat dibiayai oleh para cukong alias oligarkh. Dampaknya, para oligarkh memiliki hak veto terhadap kekuasaan;

Ketiga, ketimpangan ekonomi di Indonesia. Firman Noor menyebutkan bahwa ada 0,2 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia yang menguasai economic resources negara ini.

Keempat, corong suara rakyat yang cenderung lemah. Menurut Firman Noor, peranan civil society saat ini sudah terkooptasi dan menjadi bagian dari penguasa. Ada banyak buzzer, influencer, content creator yang cenderung mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.

Kelima, kesadaran politik rakyat yang belum memadai. Firman Noor menjelaskan bahwa rakyat Indonesia tidak mengerti dan bahkan tidak tahu apa yang diinginkan. Akibatnya, keinginan rakyat ini tergantikan dengan pemenuhan kepentingan oligarkhi.

Keenam, lingkungan yang kurang mendorong penguatan demokrasi sehingga demokrasi Indonesia bersifat artifisial dan elitis dan ditambah lagi dengan penegakan hukum yang lemah.

Ketujuh, menurut Firman, oligarkhi menguat karena mereka menguasai posisi-posisi kunci di yudikatif dan ekesekutif baik secara langsung maupun secara langsung. Mengutip penelitian LIPI, Firman menjelaskan bahwa dari 10 komponen DPR, ada 5-7 berasal dari pebisnis. Akibatnya, naluri bisnis bercampur aduk dengan kepentingan politik.

Dan kedelapan ialah oligarkhi makin menguat karena melemahnya leadership, baik dari leadership paling puncak maupun paling bawah. Dalam konteks ini, Firman Noor memaparkan bagaimana Zelensky, presiden Ukraine, membuat kebijakan untuk mengurangi cengkraman oligarkhi dengan cara membuat empat kategorisasi oligarkhi:

Di antaranya ialah pertama, orang kuat yang aktif dalam pemerintahan dan partai politik sekaligus; kedua, orang-orang yang memiliki monopoli yang kuat dalam menguasai resources; ketiga, orang-orang yang menguasai media; keempat, orang-orang yang memiliki asset one million dollars. Menurut Firman, Zelensky mengkategorikan bahwa orang yang memiliki tiga dari empat kategori oligarkhi tadi tidak diperbolehkan untuk terjun dalam politik.

Untuk mengatasi cengkeraman oligarkhi ini, Firman Noor menawarkan beberapa solusi, di antaranya ialah political education, penguatan institusi demokrasi, penguatan civil society dan perubahan structural secara menyeluruh.

Simak penjelasan lebih lengkapnya dalam video berikut ini: