Ricad Hutapea & Bhavana Sajikan Ethnic Jazz

Ricad Hutapea & Bhavana Sajikan Ethnic Jazz Di Malam Puncak Senggigi Sunset Jazz 2022

Photo: Ricad Hutapea Bersama Bhavana dalam Senggigi Sunset Jazz 2022 (Sumber: Bhavana)

NTB-Ricad Hutapea dalam kesempatannya berkolaborasi dengan musisi asal Lombok dalam gelaran Senggigi Sunset Jazz 2022. Tampil sepanggung dengan musisi ternama tanah air lainnya seperti Sierra Soetedjo, Ardhito Pramono, Pamungkas, Reza Artamevia, dan Tulus, Ricad berkolaborasi dengan Bhavana menghibur ribuan penonton dengan konsep ethnic jazz.

Sedikit memberi warna berbeda memang apa yang dibawakan keduanya di malam puncak gelaran Senggigi Sunset Jazz 2022, Minggu (06/11/2022). Tiga karya musik disajikan dalam pertunjukannya, Suddenly dan Move On karya Ricad Hutapea, dan satu karya Bhavana dengan judul Mele Bedait.

Tidak hanya musical taste-nya saja yang menghadirkan kesan ethnic, melainkan juga kolaborasi yang dibangun dari keduanya dengan mencoba memadukan beberapa instrumen ethnic tampil cukup apik.

Memadukan tingklik, gangsa, dan kendhang dengan instrumen combo seperti gitar, bass, keyboard Bhavana mencoba mengkonstruk sasak dalam harmoni bunyi. Semakin apik kemudian dengan hadirnya saksofon yang dihadirkan Ricad Hutapea. Dua pola dihadirkan dalam tiga karya musik yang disajikan. Sebagai konsekuensinya, Bhavana harus menginterpretasi karya Suddenly dan Move On yang dibawakan oleh Ricad. Mengikuti gaya permainannya dengan mengkonstruk nuansa rock dan funk yang dinamis.

Di dalam konteks ini, interaksi yang dibangun masih terkesan ‘malu-malu’ dan cukup normatif. Sajian instrumen etnik ala Bhavana belum sepenuhnya mampu melebur dalam ‘alur’ yang coba dibangun oleh Ricad. Interaksi yang terjadi ‘seolah’ hanya sebuah proses untuk membangun deal dalam menghadirkan layer bagi Ricad dalam memainkan saksofon.

Photo: Ricad Hutapea dalam Senggigi Sunset Jazz 2022 (sumber: Bhavana)

Imbal gangsa mencuat memecah bangunan harmoni dalam beberapa sesi, semacam upaya saling kejar antara Marques dan Rossi di ajang balap MotoGP. Saling kejar untuk menemukan titik perjumpaan ritme dan bunyi.

Meski kemudian dikonfirmasi terjadi oleh adanya kendala teknis dalam pertunjukan. Perubahan seting sound system menjadi salah satu penyebab interaksi dalam garap tersaji tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Terlepas dari hal itu, nuansa ethnic yang dibangun dari perpaduan Ricad dan Bhavana terkesan renyah sebagai satu bangunan bunyi yang utuh. Ia mengalir dinamis sebagai sebuah kesatuan bunyi, mengikuti aliran alur imaji Ricad dalam menyusun arah bunyi menuju pada klimaksnya.

Photo: Ricad Hutapea bersama Bhavana dalam Senggigi Sunset Jazz 2022 (Sumber: Bhavana)

Nuansa lain hadir dari kesan sajian karya musik ketiga, yang keduanya harus bertukar posisi. Di mana Ricad berperan sebagai interpretan pada sebuah bangunan bunyi yang dikonstruk oleh Bhavana. Sebuah karya dengan judul Mele Bedait, sebuah rekomposisi dari karya maestro cilokaq Al Mahsyar. Sebuah lagu yang memang jarang muncul dan diperdengarkan khalayak.

Di dalam perjalanannya, Bhavana menginterpretasi teks tersebut dengan memadukan ragam instrumen. Mengkomposisi ulang dengan menggunakan keyboard, gitar, bass, cungklik, kendhang dan gangsa.

Dalam tajuk Senggigi Sunset Jazz 2022 itu, Ricad kemudian terlibat untuk turut menginterpretasi atas karya itu untuk menyelinap menyisipkan citra dan pesan estetik dari warna saksofon. Terlibat dalam interaksi untuk memunculkan karakter baru dari lagu Mele Bedait yang sebelumnya bernuansa cilokaq.

Ethnic Jazz
Sajian karya itu tampak unik dan menarik oleh karena kental aroma etnik dalam bangunan citra bunyi yang dimunculkan. Penggunaan syair berbahasa Sasak mungkin menjadi salah satu faktor munculnya kesan itu. Selain unsur teks, sajian vokal dengan pola cengkok khas lagu-lagu Sasak dalam bingkai cilokaq tampak semakin memperkuat karakter etnik yang coba dibangun.

Pola inilah yang kemudian menjadi pesan teks yang harus diterjemahkan Ricad untuk membentuk bangunan musik yang utuh dengan saksofonnya. Improvisasi-improvisasi khas jazzy menjadi ruang bagi Ricad untuk memberikan penekanan-penekanan terhadap teks secara vulgar sehingga aroma Ethnic Jazz itu terasa begitu kental.

 

Photo: Personil Bhavana Dalam Senggigi Sunset Jazz 2022 (Sumber: Bhavana)

Sesuai dengan judul lagu yang disajikan, Mele Bedait yang berasal bahasa Sasak berarti ingin bertemu dalam pertunjukan malam itu. Secara musikal perpaduan karakter dari keduanya menyuguhkan pesan atau keinginan ‘berjumpa’.

Perjumpaan dari keduanya hadir pada dinamika sajian dan juga harmoni yang disusun. Bagaimana karakter Ricad dan Bhavana tampak berkolaborasi menyuguhkan ‘kedirian’ dalam sebuah kesatuan bunyi sehingga style keduanya dapat berpadu dalam sebuah rangkaian komposisi.

Perpaduan antara Jazz dan musik etnik sebenarnya bukan hal baru dalam perkembangan musik di Indonesia pun termasuk di Lombok salah satunya. Akan tetapi persoalan intensitas yang kemudian memang menjadikan pertunjukan malam itu memunculkan kesan unik. Keunikan itu tampak dari munculnya kesan Sasak pada pertunjukan musik jazz.

Di mana kedua unsur itu meski melebur menjadi sebuah kesatuan, akan tetapi secara vulgar orang masih dapat mengenali kedua unsur pembentuknya yaitu melalui teks,ritme, dan gaya musik yang ditampilkan.

Selain pencapaian secara musikal, pertunjukan malam itu tampak secara khusus menjadi sebuah penghormatan kepada sosok maestro musik yang pernah dimiliki oleh masyarakat Sasak. Melalui kekhasannya, Bhavana mencoba untuk membumikan kembali pesan yang pernah ditulis Al Mahsyar berikut,

Mele Bedait Karya Sang Maestro

Tali beki uningke ariq tali timbaq
pinaq bale uningk ariq siq kayuk odaq..
mulen nyakit uningke ariq ndk naraq inaq
ndeq naraq maiq uningke ariq taoqte nongaq.

Puntiq kayuk uningke ariq puntiq kini
loeq tejual uningke ariq ndeqne man masak.
Meneke laeqke uningk ariq uwahke te bilin
ndeq naraq maiq uningk ariq dengan periak.

Buaq bile uningk ariq buaq jeruti
loeq tejual uningk ariq leq tanjong ringgit.
Kepenggitan gamaq inaq mene sekali..
lelah laloq ke berangen melet bedait.

Al Mahsyar atau Abdullah Al Mahsyar merupakan sosok maestro musik yang pernah dimiliki oleh masyarakat Sasak Lombok. Sosok asal Lepak, Sakra Timur itu mendedikasikan hidupnya didedikasikan untuk kesenian dan kegiatan sosial kemanusiaan dengan mendirikan Orkes Musik Pelita Harapan dan juga Sekolah Tunanetra pertama di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebelum kemudian meninggal pada tahun 2020 lalu saat terjadi pandemi Covid-19.

Kiprahnya dalam dunia musik cukup panjang dan dikenal sebagai penulis dan pencipta lagu dalam beberapa gaya musik seperti dangdut Sasak, Cilokaq, Cironcong, dan Cibane.

Ethnic Jazz dalam kolaborasi Ricad dan Bhavana sejatinya memberikan pesan atas peluang diplomasi kebudayaan baik ke dalam maupun ke luar.

Sajian musik yang inovatif, tentu memberikan peluang untuk kembali membawa masyarakat mengenali, memahami, dan mencintai budayanya. Seperti masyarakat Sasak yang kemudian mendapati pesan untuk kembali mencintai musik Sasak.

Menjadi semacam stimulan bagi masyarakat, untuk menikmati buah tradisi yang dimiliki melalui gaya permainan jazz. Menikmati bangunan ritme jazz sembari mendengar pesan teks yang disampaikan. Jika hal itu dikembangkan, bukan tidak mungkin masyarakat akan semakin mencintai budayanya melalui serangkaian komposisi dengan gaya jazzy.