Mengenal Persaudaraan Setia Hati Terate atau PSHT yang Berdiri Seabad Lalu

Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) merupakan salah satu organisasi pencak silat. Organisasi ini turut bergabung dan mendirikan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). PSHT telah tersebar di seluruh penjuru nusantara.

Bahkan, terdapat beberapa cabang PSHT di luar negeri seperti Malaysia, Belanda, Timor Leste, Hongkong, Rusia, Jepang, hingga Prancis.

Pada tahun 2022 ini, PSHT memasuki usia satu abad. Perayaan satu abad PSHT dimulai dengan acara pengambilan tanah dan air dari 300 lebih cabang PSHT yang tersebar di seluruh Indonesia. Tanah dan air yang terkumpul nantinya akan dijadikan sebagai fondasi Monumen 1 Abad PSHT. Puncak perayaan satu abad PSHT akan digelar September 2022 di Padepokan Pusat Madiun.

Sejarah Berdirinya PSHT
Mengutip dari situs resmi PSHT, sejarah berdirinya PSHT tak dapat dilepaskan dari kiprah Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo. Saat lahir pada tahun 1876, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo memiliki nama Muhammad Masdan. Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo merupakan putra sulung dari Ki Ngabei Soeromihardjo, seorang mantra cacar di Ngimbang, Jombang.

Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo sempat menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang. Di sana, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mulai belajar pencak silat.

Sejak tahun 1892, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mulai sering berpindah-pindah tempat untuk mendalami berbagai aliran pencak silat. Mulai dari Jakarta, Bandung, Bengkulu, Lampung, Padang, sampai Banda Aceh.

Pada tahun 1902, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota polisi di daerah Tambak Gringsing. Lalu di tahun 1903, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mendirikan perkumpulan pencak silat Sedulur Tunggal Kecer dengan permainan pencak silat yang disebut Joyo Gendelo.

Baca juga:
Polisi Ngawi Punya Kiat Cegah Gesekan Pesilat di Bulan Suro
Di tahun 1916, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo pindah bekerja sebagai pegawai di Djawatan Kereta Api Madiun. Lalu pada 1917, Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo mendirikan perguruan pencak silat bernama Persaudaraan Setia Hati di Desa Winongo, Madiun. Tujuan berdirinya Persaudaraan Setia Hati adalah untuk mengikat rasa persaudaraan antar-anggota dan membentuk rasa nasionalisme yang kuat.

Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo memiliki seorang murid bernama Ki Hajar Hardjo Oetomo. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat, Ki Hajar Hardjo Oetomo kerap berpindah-pindah tempat kerja. Sekitar tahun 1916, Ki Hajar Hardjo Oetomo bekerja di pabrik gula Rejo Agung Madiun.

Tahun 1917, Ki Hajar Hardjo Oetomo bekerja sebagai pegawai di Stasiun Kereta Api Madiun. Pada tahun ini, Ki Hajar Hardjo Oetomo belajar pencak silat kepada Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo.

Namun, terjadi pertentangan antara Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo dan Ki Hajar Hardjo Oetomo. Bagi Ki Ageng Ngabei Soerodiwirjo, Persaudaraan Setia Hati menerima semua orang yang ingin belajar pencak silat tanpa memandang suku, agama, ataupun ras. Sehingga orang Belanda juga bisa belajar pencak silat di sana.

Sementara Ki Hajar Hardjo Oetomo berpandangan bahwa orang Belanda yang belajar pencak silat di Persaudaraan Setia Hati dapat menjadi musuh dalam selimut selama upaya mencapai kemerdekaan Indonesia.

Karena perbedaan pendapat ini, Ki Hajar Hardjo Oetomo akhirnya memilih untuk keluar dari Persaudaraan Setia Hati. Ki Hajar Hardjo Oetomo pun mendirikan perkumpulan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Muda (PSHM) di Desa Pilangbango, Madiun.